Selasa, 20 Maret 2012

Mahkota Putih Milik Ibuku

By Rose She

Hari ini hari senin, 5 september 2011. Hari dimana untuk pertama kalinya aku menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Kupilih baju yang sesuai untuk memberikan kesan pertama terbaik bagi dosen dan teman – teman baruku. Kukenakan baju gamis berwarna merah dengan corak putih bergaris. Kupadankan dengan jilbab putih polos di atas kepalaku. Kupandangi lama diriku didepan cermin, tiba – tiba airmataku menetes membasahi jilbab putih yang kukenakan. Kakiku terpaku melihat sosok di cermin yang berada tepat didepanku. Hatiku bergetar penuh kepedihan, ingatanku melayang kembali ke masa 3 tahun yang lalu.

Saat itu aku baru menerima pengumuman kelulusan SMP. Alhamdulillah, aku mendapat peringkat tertinggi dikelasku. Ibuku yang mengambil ijazah dan hasil Nilai Ujian Nasionalku tersenyum bangga dan membelai rambutku. Sebelumnya ibu pernah berjanji padaku untuk memberikan hadiah apapun yang kuinginkan jika aku dapat lulus dengan peringkat tiga keatas. Dan hari ini adalah saatnya ibu untuk memenuhi janjinya kepadaku. Aku meminta Handphone saat itu, karena aku merasa sudah selayaknya untuk memegang HP di bangku SMA nantinya. Aku dan ibu pergi ke sebuah mall untuk membeli HP. Ketika itu ibuku mampir ke sebuah toko penjual aksesoris muslim dan membeli satu jilbab putih. Aku heran dan bertanya pada ibu, “ Ibu, kenapa membeli jilbab putih? Bukankah ibu sudah punya banyak jilbab putih di rumah?”. Ibu hanya tersenyum dan berkata, “ Karena putih itu suci “. Aku hanya bisa terdiam dan membalas senyumnya.

Ibuku adalah seorang wanita yang menjadi inspirasiku dalam menjalani kehidupan. Ibu jarang marah padaku, ia lebih mengajariku dengan sikap yang ia perlihatkan sehari - harinya. Dapat dibilang kecerdesanku menurun dari ibuku. Ibu adalah seorang penulis. Banyak novel dan buku motivasi yang telah ditulisnya. Ibu selau berusaha menjadi ibu yang terbaik bagi anaknya. Bukan dengan selalu membantuku menyelesaikan masalah tetapi dengan menyusun teka – teki yang pada akhirnya membuatku mandiri untuk mengatasi masalahku sendiri.

Beberapa hari kemudian ketika aku selesai mengikuti tes masuk SMA, aku diberi kabar bahwa ibu masuk rumah sakit. Segera aku bergegas menuju rumah sakit yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari SMA tempat aku mengkuti tes. Ayahku hanya bilang bahwa ibu akan baik – baik saja dan menyuruhku untuk berdo’a. Setelah dokter memperbolehkanku bertemu ibu, baru aku tahu bahwa ibu terkena penyakit kanker darah atau leukimia stadium akhir. Selama ini aku baru menyadari betapa lemahnya fisik ibuku, tetapi beliau selalu menyembunyikannya dalam senyum. Melihat ibuku yang tak sadarkan diri dalam ranjang rumah sakit, hatiku pilu mendengar bahwa sebenarnya ibu telah menderita penyakit ini selama 5 tahun, setiap cek ke dokter mereka selalu menyembunyikannya dariku karena tidak ingin membuatku khawatir. Hatiku menangis dan air matakupun hampir jatuh. Tapi aku berusaha menahannya karena aku ingat pesan ayahku, “Jadilah setegar batu karang yang tak pernah rapuh walau terhempas oleh ombak, dan jika kau tak mampu menahannya, buatlah hanya kau dan Tuhanmu yang tahu air matamu”. Itulah yang ayahku katakan untuk membuat anak semata wayangnya selalu berdiri tegak.

Mulai hari itu, setiap hari aku mengunjungi ibu ke rumah sakit. Sambil menunggu pengumuman hasil tes masuk SMA, aku merawat ibuku dengan menyuapi makanan dan mengingatkan ibu untuk minum obat. Selain itu juga kami berbagi cerita tentang teman – teman dan impianku. Disela – sela perbincangan kami, ibu memberi beberapa petuah yang akan selalu aku ingat dan tanamkan dalam pikiranku. Suatu ketika aku membantu ibuku menyisir rambutnya. Helai demi helai rambut yang kusisir berjatuhan dilantai. Saat itu hatiku menahan tangis dan berkata dengan lirih,“ Ibu....”
Ia hanya tersenyum dan memintaku agar terus menyisirnya. “Kau tahu kenapa rambut disebut sebagai mahkota bagi para wanita?”Ibu bertanya padaku.

“ Karena wanita akan terlihat cantik jika memiliki rambut yang indah.” jawabku.

“Bukan itu nak, tapi karena rambut adalah mahkota yang harus dijaga dari fitnah dan dijaga keindahannya untuk orang – orang yang spesial.”

“Siapakah orang spesial itu Ibu?”

“Kau akan tahu jika kamu ingin mencari tahu.” Sekali lagi ibuku tersenyum sendu.

Hingga pada waktu pengumuman aku diterima di salah satu SMA favorite dikotaku, ibuku bahagia dan berkata, “ Kau memang anakku yang terbaik, ibu bangga padamu dan berharap dapat melihatmu diterima di perguruan tinggi juga nantinya.”

Walau kini ibuku sudah tak memiliki rambut yang utuh seperti dulu, aku selalu membantunya mengenakan jilbab putih yang selalu dipakainya. Baginya, jilbab putih itu adalah mahkota yang dimilikinya sekarang. Semakin hari kondisi ibuku semakin lemah, terkadang ia pingsan tak sadarkan diri. Hingga pada suatu malam, ibu memanggilku dan ayah. Tiba – tiba Ibu melepas ‘mahkotanya’ sehingga terihat kepala botaknya. ‘Mahkota’ itu lalu dikenakannya di kepalaku dengan susah payah dan berbisik padaku, “Jadilah sesuci warna mahkota ini”. Kemudian ibu mencium tangan ayahku sambil tersenyum, lalu tak sadarkan diri untuk selamanya. Aku pernah berjanji untuk tidak menangis lagi dihadapan ayahku, tapi saat itu aku tidak dapat menurutinya. Airmataku menetes meluapkan kedukaan dalam hatiku. Orang yang menjadi panutan dan kekuatanku telah tidur untuk selamanya. Hatiku begitu sedih dan berharap ini hanya mimpi buruk yang akan segera berakhir. Tetapi ini kenyataan yang harus aku hadapi. Aku menangis lama diranjang ibuku sampai ayah memeluk dan menghapus airmataku.

“Ris...Riska....ayo berangkat!!”

Itulah mimpi burukku 3 tahun yan lalu. Kini aku telah terbangun dan benar – benar menyadari bahwa pada akhirnya nanti aku juga akan menyusul ibu. Saat ini aku hanya memiliki ayah. Aku akan menuruti satu - satunya orang tua yang kupunya. Mungkin ibuku tidak dapat melihatku masuk Perguruan Tinggi, tapi aku berharap dapat bertemu dan menceritakan semua kisahku di surga nantinya. Sejak ibuku meninggal, aku mulai mengenakan jilbab hingga sekarang. Saat itulah aku mulai megerti kenapa ibuku membeli jilbab putih waktu aku lulus SMP. Karena jilbab itu adalah hadiah terindah dari ibuku untuk menjadikanku selalu tetap suci sebagai seorang wanita muslimah. Ya, “ Putih itu Suci ”. Sambil tersenyum aku meninggalkan cermin dan menuju ayahku.

0 komentar:

Posting Komentar