Selasa, 15 Oktober 2013

Sebatas Punggung

Aku jatuh cinta pada seseorang yang bahkan sampai hari ini pun aku tak tahu warna matanya,
mungkn hijau, mungkin juga coklat muda,

Aku jatuh cinta pada seseorang yang hanya sanggup aku gambar sebatas punggungnya saja,
Seseorang yang hanya sanggup aku nikmati bayanganya,
Tapi tak akan pernah bisa aku miliki,
Seseorang yang hadir bagaikan bintang jatuh,
sekelebat kemudian menghilang begitu saja,
tanpa sanggup tanganku mengejarnya,
seseorang yang hanya bisa aku kirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan,

Ketika aku sudah tau warna matanya, itu sudah lebih dari cukup..^^

--Kutipan dialog Rectoverso--

Filosofi Awan


Awan.....

Karena bentuknya yang selalu berubah,

Harus rela luruh menjadi rintik hujan,

Bentuknya selalu berubah mengikuti hukum alam,

jatuh ke sungai, mengalir ke laut, terus menguap ke langit, dan kembali menjadi awan lagi,

Bukankah titik hujan tak pernah bertanya, kenapa mereka harus meninggalkan tata langit, saat harus jatuh membasuh bukit?

Minggu, 13 Oktober 2013

Melangkah Bersama Alam




Bersyukur,,,
Kaki ini masih diijinkan untuk melangkah melewati jalan setapak berbatu
Mata ini masih diijinkan untuk melihat pohon – pohon tinggi menjulang
Kulit ini masih diijinkan untuk mengeluarkan keringat hingga kering tersapu oleh angin
Nafaspun masih mampu berhembus menghirup udara sejuk pegunungan

Bersyukur,,tubuh ini masih bisa merasakan kelelahan,
Walau sendiri, walau sepi, namun hati terasa begitu damai..
Semuanya terangkum dalam perjalanan yang kulalui hari ini..
Berjalan sendiri kulihat alam disekitarku, sungguh indah, sejuk, dan menentramkan hati..
Hijau…seluruhnya bewarna hijau, dihiasi bunga – bunga indah bewarnai – warni seperti pelangi..
Tak peduli, siapa yang ada disekelilingku, siapa yang bersuara, ku merasa melebur menjadi satu dengan alam..


Ah…alam…selalu meninggalkan cerita, selalu ciptakan kenangan..
Satu kisah perjalanan ini, berawal ketika ku jatuh cinta pada alam..
Perjalanan ini adalah secuil ungkapan perasaan cintaku padaNya, pada sang pencipta Alam,
Melihat ciptaanNya membuatku merindu padaNya, bersama alam melebur menjadi satu..

Oh..alam…tahukah kamu kenapa ku begitu mencintaimu??
Semuanya berawal ketika pertama kali kulihat mata hijaumu menatapku, ketika kurasakan ketulusanmu memberi nafas kehidupan pada bumi,,

Mungkin orang berpikir aku gila, aku stress, aku gak waras, tapi seperti inilah aku.
Aku tak peduli orang berkata apa, aku bahagia saat ini, ketika aku sendiri, ketika aku dapat melihat alam sekitar, melihat keindahan kota dibawahku, merasakan sejuknya angin pegunungan, merasakan lelah memanjat, dan menulis impianku di titik terakhir.

Saat ini, hanya menulis dan menulis yang aku lakukan, karena aku percaya serangkaian kalimat ini akan menjadi abadi seperti bunga edelweiss yang melambangkan keabadian yang tumbuh dan mekar di pegunungan.

Ah…aku selalu bertanya, masihkah ada harapan? Hatiku menjawab, PASTI, harapan itu masih ada, seperti pohon pisang yang ditebang, dia akan tetap tumbuh dan menghasilkan tunasnya. Setidaknya sudah kutulis impianku disini, aku akan tetap menunggu, entah impian itu datang/tidak.

Kulihat awan, bagaikan ombak menerpa pegunungan, bergelombang, lembut, putih dan suci, karena tak pernah tersentuh tangan – tangan kotor. Kuseperti melihat samudra diatas langit.

Hingga adzan dhuhur kudengar dari sini, hingga terik matahari tepat berada diatasku, ku tetap menulis. Orang – orang berdatangan silih berganti, mungkin melihatku aneh dan malang. Ah…mereka tak tahu betapa bahagianya aku saat ini.

Panas…memang panas, ku tak peduli, biarlah sekali – kali kunikmati ini, sebagai rasa syukurku masih dapat merasakan hangatnya ciptaanMu yang begitu besar.

Awan putih….mereka bergerak, entah menuju kemana. Apakah sepertiku yang tak memiliki tujuan hidup?TIDAK, disini telah kutilis impianku, bersama yang belum kutemukan saat ini merajut mimpi bersama alam “Mencintai Alam”.


Sabtu, 12 Oktober 2013 11.30 WIB @GedongSongo Temple With Alone

Sabtu, 12 Oktober 2013

Jadilah seperti Air terjun, Pelangi, dan Pagi


Kenapa air terjun itu begitu indah, kawan?
Karena airnya jatuh terus menerus
Terus menerus, susul menyusul, berdebam 
Sungguh tiada indahnya kalau hanya selintas
Itu sama seperti menuangkan air dari ember

Kenapa pelangi itu begitu indah, teman?
Karena merah kuning hijau dilangit yang biru itu menggantung
Pada posisinya, tetap, mantap,
Sungguh tiada indahnya kalau bergerak-gerak
Berganti-ganti posisinya, susah diikuti

Kenapa pagi itu terlihat indah, aduhai?
Karena ketepatan waktunya tiba
Bisa diprediksi, selalu datang sesuai janji
Sungguh tiada indahnya kalau ternyata bohong
Lebih cepat atau lebih lambat


---Tere Liye---

Jumat, 11 Oktober 2013

Belajar dari Bintang

Bintang yang tampak lebih terang dari bintang lainnya, belum tentu seperti itu adanya. Mungkin bintang lain memancarkan sinar lebih terang, hanya saja letaknya terlalu jauh sehingga yang terlihat hanyalah sebuah titik keredupan. Bijaksanalah dalam melihat setiap bintang. Bisa jadi semakin jauh letak bintang, semakin terang sinarnya..
Posisikan dirimu di titik tengah, maka kau akan tahu mana bintang yang bersinar lebih terang..

*Belajar Memaknai Hidup*