Senin, 28 Mei 2012

Pengalaman Pertama Memberiku Pelajaran

Kisah ini berawal semenjak aku mendapat tugas dari salah satu dosen mata kuliah kewirausahaan dan pemasaran sosial di fakultasku. Tugas ini tidak seperti tugas pada umumnya yang diberikan oleh dosen – dosen lainnya. Biasanya, dosen memberi tugas menyusun makalah dengan bejibun literaturnya. Walaupun tugas menyusun makalah itu sulit dan ribet, tetapi dua – tiga hari dapat diselesaikan, bahkan kalau kepepetpun semalem bisa jadi. Namun, untuk tugas dari dosenku yang satu ini, aku memperlukan waktu satu bulan untuk menyelesaikannya.

Tugas itu adalah membeli kondom. Kalau dikatakan sulit, sebenarnya tidak terlalu sulit, malah dapat dibilang sangat mudah. Kelihatannya memang simple, tapi ketika membelinya harus di waktu malam hari dan di Apotik, hal itu membuatku berpikir 100 kali untuk membelinya. Mungkin memang aku yang terlalu lebay, karena setelah satu minggu tugas itu diberikan, aku bertanya kepada temanku apakah sudah membeli kondom atau belum, banyak dari mereka sudah membelinya.

Tugas itu diberikan sekitar pertengahan bulan April dan dikumpulkan akhir Mei. Beberapa kali dosenku mengingatkan sewaktu masuk ke kelasku. Tetapi hingga tanggal 16 Mei aku belum juga membelinya. Banyak faktor yang membuatku tidak segera membeli, salah satunya adalah karena aku tinggal dirumah sehingga sulit untuk minta ijin keluar rumah malam – malam dengan alasan membeli kondom. Selain itu, karena aku hanya tinggal dengan kedua orang tuaku, aku bingung harus membelinya dengan siapa.

Dan waktu yang dinantikan itupun tiba. Hari itu hari jumat, 18 Mei 2012, hari libur panjang memperingati kenaikan Isa Almasih yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2012. Aku memilih hari itu karena saat itu kakakku yang menempuh pendidikan taruna Akmil di Magelang mendapat cuti sehingga aku bisa mengajaknya untuk menemaniku. Awalnya aku ragu ketika meminta kakakku menemaniku. Tetapi jika tidak hari itu aku mengajaknya, mungkin tidak ada kesempatan lain. Akhirnya aku mengajak kakakku ke Apotek tanpa mengatakan tujuanku ke apotek.

Aku dan kakakku ke apotek sekitar pukul 20.00 WIB. Di tempat tinggalku yaitu di Ungaran banyak sekali apotek, tetapi aku sengaja mengambil tempat yang agak jauh dari rumahku yaitu di apotek kimia farma. Apotek kimia farma adalah apotek yang cukup besar dan lengkap.

Ketika sampai disana, aku mengajak kakakku untuk masuk juga. Niatnya aku ingin kakakku menemaniku berbicara dengan penjaga apotek, tetapi dia malah duduk di kursi tunggu. Yasudahlah, akhirnya aku berjalan dengan agak ragu – ragu menuju meja apoteker. Waktu itu apotek disana sangat ramai. Ada tiga penjaga apotek diantaranya dua cewek dan satu cowok serta ada dua pembeli. Aku sengaja menunggu pembeli keluar dulu sebelum aku menuju meja apoteker. Setelah pembeli keluar, mas – mas penjaga apoteknya bertanya kepadaku,
“Cari apa mbak?”dengan senyum pastinya.
“Ada kondom mas?”dengan suara lirih ragu – ragu.
“Oh, ada mbak itu disitu banyak,” menunjuk lemari kaca dibelakangku. Ekspresinya biasa saja, mungkin karena di apotek itu sudah sering datang pembeli kondom dan aku dianggapnya sebagai ibu – ibu yang ingin membeli kondom untuk suaminya. Aku mencari – cari bingung (maklum belum pernah lihat kondom sebelumnya),
“Yang mana to mas?” tanyaku lagi.
“Itu lho mbak disitu,”
‘Pantesan dari tadi nyari gak ketemu lha wong ternyata bungkusnya kayak bungkus permen, ada gambar mangganya lagi,’kataku dalam hati.

Ada banyak merk kondom disana dan aku mengambil beberapa sample untuk kutaruh di meja apoteker. Lagi asyik – asyiknya mengambil kondom, tiba- tiba pembeli berdatangan. Ada sekitar tiga pembeli, dua cowok dan satu cewek yang datang, entah membeli apa aku tidak terlalu memperhatikan. Saat itu juga nyaliku menciut, tapi tak apalah cuek aja.
“ Mas, boleh tanya – tanya gak?”lagi – lagi masnya yang lagi nganggur,
jadi aku bisanya tanya ke masnya walaupun disambi ngurusi pembeli lain.
“Ya bisa,”
“Mas, ini bedanya apa sih mas?” waktu itu aku ambil sekitar 6 merk kemasan kondom, setiap kemasan berisi 3 kondom. Yang aku ingat merknya simplex dan durex.
Sambil menunjuk – nunjuk, mas nya menjelaskan, “Yang ini kualitasnya bagus, yang ini bergerigi, ini ada mintnya, ini buat yang ukuran besar, kalau yang ini biasa aja mbak hanya beda dirasa.”
“Hmmm....oh gitu, trus kalo harga – harganya berapa?”tanyaku sambil ngangguk – angguk tanda mengerti.
“Kalau yang durex 7000, simplex 6000, kalau yang bagus itu 9000, mau yang mana mbak?”
Sepertinya mas penjaga apotek sudah agak sebal karena aku terlalu banyak bertanya, dia pun beralih ke pembeli lain. Sedangkan pembeli cowok yang ada disampingku melihat aneh ke arahku, bingung mungkin. Aku beralih bertanya ke mbak penjaga apotek,
“Mbak, ada yang buat cewek?”
“Yang buat diminum apa buat kontrasepsi?”tanya mbaknya balik ke aku. Aku berpikir bingung dalam hati, kondom kok diminum, mungkin maksudnya tablet kali ya. Aku jawab aja,
“Kontrasepsi mbak,” semoga mbaknya gak ikut bingung.
“Habis mbak stoknya,” tiba – tiba masnya nyeletuk.
“Ooo..yaudah mas, beli yang ini aja,” kataku sambil mengambil kemasan dengan merk simplex rasa mangga.

Setelah aku membayarnya, aku menuju ke tempat kakakku dan mengajaknya keluar. Anehnya kakakku tidak bertanya apa – apa, mungkin tidak mendengar percakapan antara aku dan penjaga apotek. Sesampainya dirumah, aku ditanya ibuku ke apotek beli apa. Belum sempat menjawabnya, ibuku mengambil bungkus kondom itu dan mengiranya permen rasa mangga. Kemudian baru aku jelaskan semuanya kepada ibuku tentang tugas membeli kondom itu. Aku membuka kemasan kondom dan melihatnya. Aku buka gulungannya untuk melihat lebih detail. Bentuknya panjang, elastis, licin, dan berminyak.

Itulah pengalaman pertamaku membeli kondom. Pengalaman ini memberiku pelajaran bahwa sebagai orang kesehatan kita tidak boleh merasa tabu untuk mengenal hal – hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Selain sebagai alat kontrasepsi, kondom juga bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit sexual. Kini aku mengerti bahwa kondom telah banyak dijual di apotek dan mudah untuk didapatkan. Tetapi yang masih belum aku mengerti, kenapa angka ODHA (orang dengan HIV/AIDS) masih tinggi? Maka sebagai orang kesehatan, aku harus bertanggungjawab dengan kejadian tersebut.(Rosi Fariska/28/05/12

0 komentar:

Posting Komentar