Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai tersebut adalah produksi, pemasaran dan konsumsi. Pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan konsumsi. (Fitrian, 2010)
Mendefinisikan pemasaran tidak hanya terbatas pada aktivitas menjual atau mengiklankan barang atau jasa saja. Pemasaran menurut Kotler (1997) merupakan sebuah proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Definisi pemasaran ini bersandar pada konsep inti yang meliputi kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands) (Kotler dan Amstrong, 1997:3).
Manusia harus menemukan kebutuhannya terlebih dahulu, sebelum ia memenuhinya. Usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan cara mengadakan suatu hubungan. Dengan demikian pemasaran bisa juga diartikan suatu usaha untuk memuaskan kebutuhan pembeli dan penjual (Swasta, 1996).
Dalam pemasaran dikenal istilah pemasaran sosial (Social Marketing). Philip Kotler (1984) memberikan batasan bahwa pemasaran sosial sebagai suatu kompleks yang terdiri dari desain, implementasi, dan pengawasan suatu program yang ditujukan untuk meningkatkan “penerimaan” gagasan (ide) sosial atau perilaku pada suatu kelompok sasaran. Prinsip ini diadopsi dari konsep “pemasaran komersial” yang menggunakan teknik analisis “riset pasar”, “pengembangan produk”, “penentuan harga”, “keterjangkauan”, atau “promosi”(Soekidjo, 2005:153).
Maka dengan demikian, pemasaran sosial berkaitan erat dengan aktivitas – aktivitas program kesejahteraan kemasyarakatan (misalnya kesehatan, kepemerintahan (misalnya pembangunan sumber daya melalui pendidikan), aktivitas lembaga sosial pemerintah atau pihak swasta non komersial dan lain sebagainya, baik secara terbatas (lokal) maupun nasional.(Wahyu, 2010)
Social Marketing sudah lama dikenal di dunia dan diterapkan dalam “menjual” gagasan untuk mengubah pemikiran, sikap dan perilaku masyarakat. Tidak hanya itu, strategi ini juga terbukti dapat memberdayakan organisasi dalam memperoleh dukungan termasuk sumber dana yang potensial dari masyarakat secara luas.
Social marketing memang bukan sekadar memasarkan sebuah gagasan untuk tujuan non-profit. Social marketing atau pemasaran sosial pada intinya adalah upaya mengubah pandangan dan perilaku masyarakat melalui perubahan sosial.
Menurut Prof. Dr. Emil Salim, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup, organisasi nirlaba memainkan peranan penting dalam mengubah perilaku dan pandangan masyarakat. Ada beberapa faktor yang menyebabkannya, antara lain:
- trust terhadap pemerintah dan pengusaha menurun karena nasib rakyat kerap kali terabaikan;
- pembangunan terasa timpang karena lebih berat kepada pertimbangan ekonomi dibandingkan dengan kesetaraan sosial dan lingkungan hidup;
- teknologi informasi menumbuhkan daya kritis dan hubungan jejaring antar kelompok madani. “Dibidani” pertama kali oleh ahli pemasaran dunia di tahun 70-an, Philip Kotler dan Gerald Zaltman, istilah “social marketing” memiliki makna yang tak jauh dari arti kata “pemasaran” dalam dunia bisnis itu sendiri. Social marketing mengacu pada penerapan strategi pemasaran dalam memecahkan masalah sosial dan kesehatan masyarakat, pada awalnya.
Masalah-masalah kesehatan sendiri memang memiliki dimensi sosial, sekaligus individual. Sebagai contoh, hasil penelitian yang pernah dilakukan di Inggris memperlihatkan, kemiskinan merupakan indikator yang bersifat konsisten dan dasar dari sehat tidaknya masyarakat di Inggris.
Kurangnya kesempatan, pilihan dan pemberdayaan memicu sulitnya masyarakat menerapkan gaya hidup sehat. Di sini, social marketing menawarkan sebuah solusi dengan mempengaruhi perilaku, tak hanya warga negara secara individu, namun juga kelompok masyarakat yang berpengaruh dan pembuat kebijakan.
Para pelaku pemasaran sosial, bisa menyasar pada media, organisasi-organisasi dan penyusun kebijakan serta peraturan.
Social marketing sebagaimana pemasaran secara generik bukanlah teori yang berdiri sendiri. Pemasaran sosial merupakan sebuah kerangka atau struktur kerja yang tersusun atas berbagai pengetahuan lain seperti teori ilmu-ilmu psikologi, sosiologi, antropologi dan komunikasi dalam rangka memahami cara mempengaruhi perilaku masyarakat. Sebagaimana juga dasar marketing bisnis, pemasaran social didasarkan pada proses perencanaan logis yang melibatkan riset yang berorientasi pada konsumen, analisis pemasaran, segmentasi pemasaran, menentukan sasaran dan identifikasi strategi dan taktik pemasaran. Meskipun begitu, seperti diungkapkan Kotler maupun Zaltman, penerapan pemasaran sosial jauh lebih sulit dibandingkan pemasaran bisnis (Ritha, 2003).
Pemasaran sosial dipengaruhi oleh perilaku interaktif yang terus berubah,
dalam iklim ekonomi, sosial dan politik yang kompleks. Apabila pemasaran bisnis menyasar tujuan utama untuk mempertemukan target para pemegang saham. Maka, social marketing menargetkan keinginan masyarakat untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas hidup mereka.
Perjalanan berkembangnya social marketing sendiri pada dasarnya terjadi paralel dengan perkembangan bidang pemasaran komersil. Selama akhir tahun 50an dan awal 60-an, para ahli dan pendidik pemasaran telah membahas potensi dan keterbatasan praktik pemasaran sosial pada bidang yang baru seperti politik dan sosial. Sebagai contoh, Wiebe (seorang ahli pemasaran) pernah mempertanyakan, apakah “Rasa persaudaraandapat “dijual” seperti memasarkan sabun?”.
Sebagaimana fenomena berbagai masalah sosial dan berbagai solusi yang diambil, salah satu jalan keluar menuju pemahaman dan penerapan strategi social marketing adalah melalui pendidikan, semisal pelatihan atau lokakarya (Les Robinson, 1992). Bagaimana pun mendidik tidaklah mudah. Pendidikan sendiri sebenarnya bukan bertujuan untuk membuat “pembelajar menjadi tahu lebih banyak”. Melainkan membuat pembelajar “mengubah cara mereka melakukan sesuatu”. Tentu ini bukan perkara mudah! Mengubah perilaku manusia memang selalu menjadi sebuah kegiatan yang paling problematis dalam hubungan antarmanusia.
Untuk dapat mengubah perilaku manusia, tidak hanya dibutuhkan strategi periklanan atau kehumasan (public relation).
Mengubah perilaku dan pandangan manusia tidaklah seperti merenovasi konstruksi bangunan. Menurut Les (1992), mengubah pandangan serta perilaku masyarakat lebih dari sekadar membangun sebuah kesadaran. Menurutnya lagi, landasan mengubah masyarakat adalah dengan menanggulangi hambatan.
Sumber Pustaka:
Banoma, Thomas V. dan Gerald Zaltman.2003. Psychology for Management dalam RithaF
Dalimunthe. Peranan Manajemen Konflik Pada Suatu Organisasi. USU digital library
Basu, Swastha. 1996. Azas-Azas Marketing, Edisi Ketiga.Yogyakarta:Liberty
E,Wahyu. 2010. Komunikasi Pemasaran Sosial Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Untuk Menanggulangi Penyakit Demam Berdarah . publikasi.umy.ac.id
fitrian.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/.../Pengertian+Pemasaran.do...
Kotler, P .1997. Manaiemen Pemasaran Jilid 1, Edisi Kesembilan. PT. Dadi. Kaguna Abadi
Kotler, P.1984. Marketing Management, 5 th Ed. Prentice Hall Inc., USA
Kotler dan Armstrong, (terjemahan Alexander Sindoro). 2000. Dasar-dasar Pemasaran.Jakarta: Prenhallindo.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka. Cipta
www.ibl.or.id/en/ibl/html/data/File/PPF/PENDAHULUAN.pdf
0 komentar:
Posting Komentar